STRUKTUR
MODAL DAN TEORI STRUKTUR MODAL
A. Struktur Modal
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E Copeland (1996)
mengatakan
bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka
panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela Peterson (2000),
capital
structure is the combination of debt and equity used to finance a firm’s projects. The capital structure of a firm is some
mix of debt, internally generated equity, and new equity.
Menurut Keown et.al (2000),
struktur modal
adalah paduan atau kombinasi sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh
perusahaan.
Menurut Farah Margaretha (2004),
struktur modal
menggambarkan pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas utang jangka
panjang dan modal sendiri.
Menurut Robert C Higgins (2004),
capital structure is the composition of
the liabilities side of a company’s balance sheet, the mix of funding sources a
company uses to finance its operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009),
struktur modal
didefinisikan sebagai komposisi dan proposi utang jangka panjang dan ekuitas
(saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010),
struktur modal
adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana
dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari
dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari
dalam dan luar perusahaan.
Menurut Bambang Riyanto (2001) dalam penelitian Hasa
Nurrohim (2008),
struktur modal
adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan
antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.
Struktur modal menunjukkan proposi atas
penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui
struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan
tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa referensi
tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah proposi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan
jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan
demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka pendek.
Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2004)
menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang
jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak
diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat
spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang
jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih
dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para
manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari
utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya
mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).
Kebutuhan dana yang berasal dari dalam
atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang berasal dari perusahaan itu
sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti modal saham.
Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko perusahaan dan
dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal dari luar adalah
modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal inilah yang merupakan
utang bagi perusahaan yang bersangkutan (Bambang Riyanto, 1980).
Tujuan dari manajemen struktur modal
atau capital structure management adalah menggabungkan sumber –
sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi. Dengan kata
lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan
meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham. Struktur modal
yang demikian, dapat kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad
Rodoni dan Herni Ali, 2010).
Konsep penting manajemen modal adalah
masalah sumber dana dan penggunaan dana. Dana dapat dipenuhi dari sumber intern
ataupun sumber ekstern perusahaan. Dana tersebut dialokasikan untuk
membelanjai aktiva perusahaan. Pada hakekatnya, pemenuhan dan pengalokasian
dana menyangkut masalah keseimbangan finansial dalam perusahaan, yaitu
mengadakan keseimbangan finansial antara aktiva dengan pasiva tersebut dengan
sebaik – baiknya. Keseimbangan finansial dapai dicapai, apabila perusahaan
tersebut selama menjalankan fungsinya tidak menghadapi gangguan – gangguan
finansial yang disebabkan tidak adanya keseimbangan antara jumlah modal yang tersedia
dengan modal yang dibutuhkan.
Menurut Bambang Riyanto (2001) di dalam penelitian Elyana Noor Andriyanti
(2007) ada dua pedoman structure
financial yaitu pedoman structure
financial vertical dan pedoman structure
financial horizontal. Pedoman structure
financial vertical memberikan batas rasio yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai
besarnya modal pinjaman atau hutang dengan besarnya jumlah modal sendiri.
Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu awalnya harus dibangun
atas dasar modal sendiri, maka pedoman structure
financial tersebut menetapkan bahwa besarnya jumlah modal pinjaman atau
hutang dalam suatu perusahaan dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi
besarnya jumlah modal sendiri.
Dengan demikian angka perbandingan antara jumlah hutang
dengan jumlah modal sendiri tidak boleh lebih dari 100%. Adapun structure financial horizontal memberikan batas rasio antara besarnya jumlah modal
sendiri dengan besarnya jumlah aktiva tetap ditambah persediaan bersih. Hal
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa dana yang terkait dalam aktiva
tetap ditambah persediaan bersih akan tetap tertanam di dalam perusahaan,
sehingga sifat kebutuhan dananya adalah permanen. Sumber dana yang permanen
atau sumber dana yang akan tetap tertanam dalam perusahaan adalah modal
sendiri.
B. Teori Struktur Modal
Pengertian Struktur
Modal
Pada
dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari keseimbangan
finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif neraca tersebut
dengan sebaik-baiknya. “Pemilihan susunan kualitatif pada sisi assets akan
menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan susunan kualitatif
dari sisi liabilities dan equities akan menentukan struktur keuangan dan struktur
modal perusahaan” (Riyanto, 1984, p.4). Wasis (1981)
menyatakan bahwa struktur modal harus dapat dibedakan dengan struktur keuangan.
Struktur keuangan menyatakan dengan cara bagaimana harta perusahaan dibiayai.
Oleh karena itu struktur keuangan adalah keseluruhan yang terdapat di dalam
Neraca sebelah kredit.
Pada
neraca sebelah kredit terdapat hutang jangka panjang maupun jangka pendek, dan
modal sendiri baik jangka panjang maupun jangka pendek. Jadi struktur keuangan
mencakup semua pembelanjaan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Sebaliknya struktur modal hanya menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja.
Tidak termasuk pembelanjaan jangka pendek.
Weston
dan Copeland (1992) memberikan definisi struktur modal sebagai pembiayaan
permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal
pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa,
modal disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan
memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal
pemegang saham.
Menurut
Lawrence, Gitman (2000, p.488), definisi struktur modal adalah sebagai berikut:
”Capital Structure is the mix of long term debt and equity maintained by the
firm”. Struktur modal perusahaan menggambarkan perbandingan antara hutang
jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan. Ada dua macam
tipe modal menurut Lawrence, Gitman (2000) yaitu modal hutang (debt capital)
dan modal sendiri (equity capital). Tetapi dalam kaitannya dengan struktur
modal, jenis modal hutang yang diperhitungkan hanya hutang jangka panjang.
Komponen Struktur Modal
1.
Hutang Jangka Panjang Jumlah hutang di
dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam
operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih
besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.
Menurut
Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “hutang jangka panjang merupakan salah satu
dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu
tahun, biasanya 5 – 20 tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa
pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal
kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan)
dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat
obligasi, dalam surat
obligasi ditentukan
nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut). Mengukur
besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio) dilakukan
dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total asset. Semakin
tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Beberapa
hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan
hutang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut:
1.
Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga
yang dibayarkan besarnya tetap.
2.
Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa
3. Tidak ada perubahan
pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang.
4. Pembayaran bunga
merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.
Kreditur
(investor) lebih memilih menanamkan
investasi dalam bentuk hutang
jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja at. al (2003),
pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor
didasarkan pada beberapa hal berikut:
1.
Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi
kepada pemegangnya.
2.
Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.
3.
Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi resiko).
4.
Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).
2.
Modal Sendiri
Menurut
Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal menitikberatkan
pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang dalam pembiayaan
perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “modal sendiri/equity
capital adalah dana jangka
panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham),
yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham biasa) serta
laba ditahan”. Pendanaan dengan modal sendiri akan
menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi
owner adalah control terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari
saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung
resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang
yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri
diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas
sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari
modal sendiri yaitu:
a) Modal saham preferen
a) Modal saham preferen
Saham
preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang
menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham
biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah
yang banyak. Beberapa
keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja at. al
(2003) adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.
b. Fleksibel
karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi menunda
tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang lesu yaitu dengan
tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya.
c. Dapat
digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham oleh
perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.
b) Modal saham biasa
Pemilik
perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan
harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa
kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah
seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi
kepentingan manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu :
1) Saham
biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh laba,
pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi berlawanan dengan bunga
obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya tetap bagi perusahaan),
perusahaan tidak
diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar dividen kepada para pemegang saham biasa.
diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar dividen kepada para pemegang saham biasa.
2) Saham
biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
3) Karena
saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang diderita para
kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas
perusahaan.
4) Saham
biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan bentuk
hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok
investor tertentu karena
·
dapat
memberi pengembalian yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang lain atau saham
preferen; dan
·
mewakili
kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor benteng proteksi
terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham preferen atau obligasi.
Umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aktiva riil juga meningkat
selama periode inflasi.
5) Pengembalian
yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan modal merupakan obyek
tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston & Copeland) Menurut Wasis
(1981, p.81), “pemilik yang menyetorkan modal akan menjadi penanggung resiko
yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik tidak akan menderita kerugian
sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan seluruhnya.
Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada pemilik. Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham (modal sendiri) adalah sebagai berikut:
Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada pemilik. Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham (modal sendiri) adalah sebagai berikut:
i.
Memiliki
hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.
ii.
Tidak
ada jatuh tempo.
iii.
Karena
menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi pemegang modal sendiri
lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal pinjaman.
Nama : Florens Rotua Sitinjak_43213564